Gareng
Nama
Lain:
1.
Ki
Lurah Nala Gareng,
2.
Cakrawangsa,
3.
Cekroktruna,
4.
Pancalpamor,
5.
Pegatwaja,
6.
Jawirajambon,
7.
Prb
Pandhupergola.
Nama
Kecil: R Percukilan / Marcukilan (Marcu) / Bambang Sokskati.
Pusaka:
Gareng tidak mempunyai senjata pusaka
Kesaktian:
Gareng tidak mempunyai ajian kesaktian
Tinggal:
Padhukuhan Bluloktiba
Ayah
Kandung: Gandarwa Rajabali / Begawan Sokskadi
Ayah
Angkat: Semar
Nama
Istri: Dw Saradewati / Dw Sariwati
Nama
Anak: Dw Nalawati
Saudara:
1.
Petrok
2.
Bagong.
Ciri-ciri
Gareng
menggunakan busana sangat sederhana, yaitu; irah-irahan gundhulan, gelang
tangan dhagelan, kalung dhagelan berupa kepingan uang koin, kerang dan
sebagainya, serta memakai kain dhagelan. Gareng bermata kera (juling), hidung
terong glathîk, bentuk mulut nyumlîk, bentuk rambutkucîr, bentuk jari tangan
nudîng, gegeman dan dhagelan, arah wajah luroh/lanyap dan posisi kaki jangkah.
Sunggingan badan berwarna emas, hitam dan lain-lain, sedangkan wajahnya
berwarna emas atau putih. Gareng mempunyai bentuk badan kecil, berpostur kurus,
pendek dan mempunyai suara yang kecil agak melengking. Ciri khas Gareng adalah
bentuk tangan yang cacat (cekot/thekle), kaki yang pincang dan mempunyai
penyakit kaki patek/frambusia (bubulen). Apabila berjalan langkahnya
terjingkat-jingkat.
Watak
Gareng
berwatak pamomong yang berarti bisa bergaul, memahami dan mengasuh. Dia
berpegang teguh pada prinsip untuk membela yang benar.Gareng juga selalu
memberi petuah-petuah kebajikan kepada ksatria yang ia asuh walaupun isi petuah
tersebut hanya menirukan ucapan Semar. Sebagai seorang pelayan, ia hanya mau
mengabdi pada ksatria-ksatria yang berwatak baik. Di sisi lain, Gareng juga
seorang yang sering menari, menyanyi dan suka bercanda. Watak Gareng yang
paling menonjol adalah sikap penakut dan suka membantah (ngeyel).
Cerita
Gareng
mempunyai umur yang panjang. Dalam kisah Ramayana dan Mahabarata, ia selalu
menyertai ksatria-ksatria yang baik budinya. Garengselalu hidup dalam
kesederhanaan, bertempat tinggal di desa dan hidup bersama rakyat kecil. Di
tempat tersebut, ia didaulat sebagai seorang lurah, maka ia sering dipanggil
dengan nama Ki Lurah Nala Gareng. Pekerjaan utamanya adalah mengasuh, memberi
nasehat dan mendampingi ksatria-ksatria apabila sedang bertapa di hutan.
Ketika
masih muda, Gareng bernama R Percukilan. Ia berwajah tampan, cerdas dan
mempunyai kesaktian. Suatu ketika R Percukilan dengan R Pecrok. Keduanya
bersepakat untuk bisa hidup mewah tanpa bekerja keras dengan cara merampok.
Pada waktu itu Semar yang baru saja turun dari Kahyangan bertemu dengan kedua
orang tersebut. Percukilan dan Pecrok berniat menjadikan Semar sebagai sasaran
kejahatan. Semar berupaya meredam niat
jahat keduanya, tetapi mereka bersikukuh, terjadilah pertempuran sengit.
Pada
akhirnya kedua orang tersebut kalah oleh Semar, badan keduanya berubah menjadi
cacat. Pecrok dan Percukilan mengakui kekalahannya dan bersedia menuruti apapun
perintah Semar. Dengan jiwa besar Semar memberi pengampunan dan justru
menjadikan keduanya sebagai anaknya sendiri. Pesan Semar kepada Pecrok dan Percukilan
adalah supaya insyaf dan kembali ke jalan yang benar. Keduanya menuruti dengan
sepenuh hati.
Semar
kemudian memberi nama baru kepada Percukilan menjadi Gareng. Sejak saat itu Gareng
selalu mengikuti kemanapun Semar dalam mengasuh ksatria yang baik budinya. Gareng
menjadi anak pertama dari Semar. Dalam cerita tertentu, Gareng menjadi tokoh
utama, diantaranya; “Gareng Larong”, “Rabine Nala Gareng”, “Gareng Ratu” dan
masih banyak lagi. Riwayat kematian Gareng tidak begitu jelas. Cerita yang mengisahkan
sampai dengan anak cucu para Pandhawa, Gareng masih setia mendampingi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar